Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 atau disingkat UUD
1945 atau UUD ’45, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi pemerintahan negara Republik
Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS dan dilanjutkan dengan berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 maka saat itu juga
UUD 1945 diberlakukan kembali dan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS dan dilanjutkan dengan berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 maka saat itu juga
UUD 1945 diberlakukan kembali dan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
1.
Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Indonesia menganut sistim pemerintahan Demokrasi
sebagaiman tertuang dalam UUD 1945 yang mengakui adanya kebebasan dan persamaan
hak juga mengakui perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia adalah ” Bhineka
Tunggal Ika “. Secara filosofi Demokrasi Indonesia mendasarkan
pemerintahannya pada rakyat dalam artian rakyat sebagai asal mula kekuasaan
negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan
suatu cita-citanya.
Secara umum sistem pemerintahan yang
demokratis mengandung unsur-unsur penting yaitu :
a.
Ketertiban warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh
warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh
warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan adanya unsur -unsur diatas
maka dapat disimpulkan bahwa demokrasi mengandung ciri bahwa warga negara baik secara langsung
maupun tidak langsung mempunyai keterlibatan atau partisipasi dalam hal
tertentu seperti pembuatan keputusan-keputusan politik. Oleh karena itu didalam
kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, selalu menemukan adanya
supra struktur politik dan infra struktur politik sebagai pendukung tegaknya
demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue maka supra struktur
politik meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif.
Lembaga-lembaga negara atau alat-alat
perlengkapan negara dibawah sistem UUD 1945 adalah :
a.
Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
Alat
perlengkapan diatas juga dinyatakan sebagai Supra Struktur Politik.
Adapun Infra Struktur Politik suatu negara terdiri lima komponen sebagai berikut :
a. Partai
Politik
b. Golongan Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan Penekan (Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh-tokoh Politik
b. Golongan Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan Penekan (Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh-tokoh Politik
2 2. Pembagian Kekuasaan
Dalam
Negara yang menganut sistim pemerintahan demokrasi kekuasaan tertinggi adalah
ditangan rakyat, dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 maka pembagian kekuasaan di Indonesia
adalah sebagai berikut :
a.
Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden
(Pasal 4 ayat 1 UUD 1945).
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD
(pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945).
c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung
(pasal 24 ayat 1 UUD 1945).
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada
Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), hal ini dimuat pada pasal 20 A ayat 1.
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif,
sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh
Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
(Pasal 4 ayat 1 UUD 1945).
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD
(pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945).
c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung
(pasal 24 ayat 1 UUD 1945).
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada
Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), hal ini dimuat pada pasal 20 A ayat 1.
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif,
sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh
Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
3. Amandemen
Undang-undang Dasar 1945.
Salah satu tuntutan Reformasi
1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar
belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru,
kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan
rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang
terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multitafsir serta kenyataan rumusan
UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung
ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
·
Perubahan Pertama UUD
1945 dilakukan pada sidang umum MPR 1999
pada tanggal 14-21 Oktober 1999 pada pasal 5 ayat 1, pasal 7, pasal 9,
pasal 13 ayat 2 dan 3, pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat 2, pasal 17 ayat 3,
Pasal 21 dan pasal 20.
pada tanggal 14-21 Oktober 1999 pada pasal 5 ayat 1, pasal 7, pasal 9,
pasal 13 ayat 2 dan 3, pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat 2, pasal 17 ayat 3,
Pasal 21 dan pasal 20.
·
Perubahan Kedua UUD
1945 dilakukan pada sidang tahunan MPR 2000
pada tanggal 7-18 Agustus 2000 pada pasal 18, pasal 18 A dan B, pasal 19,
pasal 20 ayat 5, pasal 20 A, pasal 22 A, pasal 22 B, Bab IX A pasal 25 E,
Bab X pasal 26 ayat 2 dan 3, pasal 27 ayat 3, Bab X A pasal 28 A- 28 J,
Bab XII pasal 30, Bab XV pasal 36 A, Bab XV pasal 36 B, 26 C.
pada tanggal 7-18 Agustus 2000 pada pasal 18, pasal 18 A dan B, pasal 19,
pasal 20 ayat 5, pasal 20 A, pasal 22 A, pasal 22 B, Bab IX A pasal 25 E,
Bab X pasal 26 ayat 2 dan 3, pasal 27 ayat 3, Bab X A pasal 28 A- 28 J,
Bab XII pasal 30, Bab XV pasal 36 A, Bab XV pasal 36 B, 26 C.
·
Perubahan Ketiga UUD
1945 dilakukan pada sidang tahunan MPR 2001
pada tanggal 1-9 November 2001 pada pasal 1 ayat 2 dan 3,
pasal 3 ayat 1, ayat 3 dan ayat 4, pasal 6 ayat 1 dan ayat 2, pasal 6 A ayat 1, 2, 3, dan 5, pasal 7 A, pasal 7Bayat 1,2,3,4,5,6,dan 7, pasal 7 C, pasal 8 ayat 1 dan 2, pasal 11 ayat 2 dan 3, pasal 17 ayat 4, Bab VII A pasal 22 C ayat 1,2,3 dan 4, pasal 22 D ayat 1, 2, 3, dan 4, pasal 22 E ayat 1, 2, dan 3, pasal 23 ayat 1, 2, dan 3, pasal 23 A, pasal 23 C, Bab VII A pasal 23 B ayat 1, 2, dan 3, pasal 23 F ayat 1 dan 2, pasal 23 G ayat 1 dan 2, pasal 24 ayat 1 dan 2, pasal 24 ayat 1,2,3,4, dan 5, pasal 24 B ayat 1,2,3,4,5, dan 6.
pada tanggal 1-9 November 2001 pada pasal 1 ayat 2 dan 3,
pasal 3 ayat 1, ayat 3 dan ayat 4, pasal 6 ayat 1 dan ayat 2, pasal 6 A ayat 1, 2, 3, dan 5, pasal 7 A, pasal 7Bayat 1,2,3,4,5,6,dan 7, pasal 7 C, pasal 8 ayat 1 dan 2, pasal 11 ayat 2 dan 3, pasal 17 ayat 4, Bab VII A pasal 22 C ayat 1,2,3 dan 4, pasal 22 D ayat 1, 2, 3, dan 4, pasal 22 E ayat 1, 2, dan 3, pasal 23 ayat 1, 2, dan 3, pasal 23 A, pasal 23 C, Bab VII A pasal 23 B ayat 1, 2, dan 3, pasal 23 F ayat 1 dan 2, pasal 23 G ayat 1 dan 2, pasal 24 ayat 1 dan 2, pasal 24 ayat 1,2,3,4, dan 5, pasal 24 B ayat 1,2,3,4,5, dan 6.
·
Perubahan Keempat UUD
1945 dilakukan pada sidang tahunan MPR 2002 pada tanggal 1-11 Agustus 2002
pasal
2 ayat 1, pasal 6 A ayat 4, pasal 8 ayat 3, pasal 23 B, pasal 23 D, pasal 24
ayat 3, pasal 31 ayat 1,2,3,4, dan 5, pasal 32 ayat 1 dan 2, pasal 33 ayat 4
dan 5, pasal 34 ayat 1,2,3, dan 4, pasal 37 ayat 1,2,3,4, dan 5, Aturan
PeralihanPasal I, II, dan III, Aturan Tambahan Pasal I
dan II
4.
Sistem
Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
Sebelum
adanya amandemen terhadap UUD 1945, terdapat Tujuh Kunci Pokok Sistem
Pemerintahan Negara, namun tujuh kunci pokok tersebut mengalami suatu
perubahan. Oleh karena itu sebagai Studi Komparatif sistem pemerintahan Negara
menurut UUD 1945 mengalami perubahan.
Berikut adalah sistim pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen :
Berikut adalah sistim pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen :
a.
Indonesia ialah negara
yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat ).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat
), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat), mengandung arti
bahwa negara, termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga – lembaga
negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun.
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum
dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sistem ini
memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh
ketentuan – ketentuan konstitusi dan juga oleh ketentuan-ketentuan hukum lain
merupakan produk konstitusional.
c.
Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping MPR
dan DPR.
Berdasarkan
UUD 1945 hasil amandemen 2002, Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi
disamping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945
pasal 6 A ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Preiden tidak lagi merupakan
mandataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat.
d.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
e.
Menteri Negara ialah pembantu
Presiden
Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan tugas dibantu oleh menteri-menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen).
Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan tugas dibantu oleh menteri-menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen).
f.
Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas
Meskipun Kepala negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan “Diktator” artinya kekuasaan
tidak terbatas, disini Presiden adalah sudah tidak lagi merupakan mandataris
MPR, namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR.
g.
Negara Indonesia adalah negara hukum
Negara hukum berdasarkan Pancasila
bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri-ciri suatu
negara hukum adalah :
a. Pengakuan dan
perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan
dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b.
Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan
tidak memihak.
tidak memihak.
c.
Jaminan kepastian hukum.
d.
Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal
4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara
berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh
rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya kuat, disini kekuasaan Presiden
tidak lagi berada dibawah MPR selaku mandataris. Akan tetapi jika Presiden
dalam melaksanakan tugas menyimpang dari Konstitusi, maka MPR melakukan Impeachment,
pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment
agar bersifat adil dan obyektif harus diselesaikan
melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan
jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar
hukum, maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari jumlah
anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat 7.
e.
Pemerintahan Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa
Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pasal
18 ayat 2 mengatur otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa
pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau pengertian
otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
f.
Pemilihan Umum
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002
secara eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali, diatur pasal 22E
ayat 1. Untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden pasal 22 E
ayat 2.
Dalam pemilu tersebut landasan yang
dipergunakan adalah Undang-Undang UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
g.
Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen
2002 memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan dengan Undang – Undang.
h.
Hak Asasi Manusia Menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah lahir
mendadak sebagaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right”
pada tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB. Hak asasi manusia
sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan filosofis manusia yang
melatarbelakangi.
Bangsa Indonesia didalam hak asasi manusia
terlihat lebih dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : “kemerdekaan adalah hak segala bangsa”.
Sebagai contoh didalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : “Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak memepertahankan hidup dan kehidupannya “.
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J
mengatur tentang hak asasi manusia didalam UUD 1945.
B.
Memahami
Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan Pancasila Dan UUD 1945.
Sistem
Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia , selain tersusun dalam
hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang
tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan
tidak hanya terdapat pada hukum dasar. Kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan
terdapat juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap.
MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang
dimaksud dalam UUD 1945 adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan
dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara.
Meminjam
rumusan (dalam teori) mengenai Konvensi dari AV. Dicey : adalah
ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan
“Discretionary Powers “.
Dicretionary
Powers adalah
kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mata didasarkan
kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang
mula-mula mengemukakan yaitu Dicey dikalangan sarjana di Inggris pendapat
tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memperinci konvensi ketatanegaraan
merupakan hal-hal sebagai berikut :
a.
Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh,
diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara.
b.
Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat
dipaksakan oleh (melalui) pengadilan.
c.
Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik
dalam penyelenggaraan negara.
d.
Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya (sebaliknya) discretionary
powers dilaksanakan.
Menyinggung
ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, disini muncul
pertanyaan yaitu : apakah negara itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita
pinjam “Teori Kekelompokan ” yang dikemukakan oleh ; Prof. Mr. R.
Kranenburg adalah sebagai berikut :
“Negara itu
pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan
kepentingan mereka bersama ”
Maka disini
yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan organisasinya, yaitu negara
bersifat sekunder.
Tentang
negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan bentuk
negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu : Monarchie
dan Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris
atau keturunan maka bentuk negara disebut Monarchie dan kepala negaranya
disebut Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang
ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah
Presiden.
Bentuk negara
menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tumbuh dapat diketahui pada
pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam
menggunakan istilah bentuk negara ( lihat alinea ke 4 ), “………
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, ………dst. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk Republik “.
Dalam sistem
ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan (convention),
hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi
tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi
sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melalui ilmu hukum yang membedakan
dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti
materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum
sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari
bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari
hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan,
dan lain-lain.
Konvensi atau hukum
kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan
negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan
mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara
Republik Indonesia diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian
Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu : Pembukaan, Batang
Tumbuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan
peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar
1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum.
Dilihat dari tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No.
III/MPR/ 2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan peraturan
perundang-undangan.
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan :
TAP MPR NO XX/MPRS/1966
|
TAP MPR NO. III/MPR/2000
|
Tata Urutannya sebagai berikut
:1. UUD 1945
2.
TAP MPR
3.
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Keputusan Presiden
6.
Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti
-
Peraturan Menteri
-
Instruksi Menteri
-
|
Tata Urutannya sebagai berikut
:1. UUD 1945
2.
TAP MPR RI
3.
Undang – Undang
4.
Peraturan Pemerintah Peng ganti Undang-Undang (Perpu)
5.
Peraturan Pemerintah
6.
Keputusan Presiden
7.
Peraturan Daerah
|
Sifat Undang-Undang Dasar
1945, singkat namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan
masyarakat dan Negara Indonesia ,
untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah,
hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi kepada penyelenggara
negara dan pimpinan pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan negara dan
mewujudkan kesejahteraan sosial
b. Aturan pelaksanaan
diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni Undang-Undang, yang
lebih mudah cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah
semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek pelaksanaan.
d. Kenyataan bahwa UUD 1945
bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945,
secara kontekstual, aktual dan konsisten
dapat dipergunakan untuk
menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan
ideologi terbuka ” serta membuatnya operasional.
e. Dapat kini ungkapan
“Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasionalkan setelah ideologi
Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung nilai-nilai
Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok didalam UUD 1945 yang ada kaitannya
dengan pokok-pokok pikiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai
instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP
MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari Undang-Undang Dasar
merupakan suatu alat untuk menguji peraturan perundang-undangan dibawahnya
apakah bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan sebagai fungsi
pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan
sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber
dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan
nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang
telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan
kata – katanya mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai
yang dijunjung oleh bangsa-bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut
dirumuskan menjadi 4 alinea.
Pokok – pokok pikiran ; alinea
pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa,
dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan “.
Makna yang
terkandung dalam alinea pertama ini ialah :
1.
Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan
melawan penjajah.
2.
Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan
yang paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3.
Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan
perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4.
Menegaskan kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan
setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua
berbunyi : “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur, makna yang terkandung disini adalah :
1. Bahwa
kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai
dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia.
2. Bahwa
perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang menentukan,
sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3. Bahwa
kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan
mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,
yang tidak lain adalah merupakan cita-cita bangsa Indonesia (cita-cita
nasional).
Alinea ke tiga
berbunyi : “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Hal ini mengandung makna adanya :
1.
Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2.
Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia terhadap suatu
kehidupan didunia dan akhirat.
3.
Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat
berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang
– Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar
kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat
ini sekaligus mengandung :
1.
Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu :
a.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
b.
Memajukan kesejahteraan umum
c.
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d.
Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2.
Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila-sila yang terkandung didalamnya.
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila-sila yang terkandung didalamnya.
Dari
uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa
yang telah dirumuskan didalam Pembukaan UUD 1945 yaitu : Pancasila merupakan
landasan ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan
spiritual didalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelum
menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan
pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan
disini adalah terjemahan dari istilah Inggris “The Structure of Government “.
Pada umumnya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi dua suasana, yaitu
: supra struktur politik dan infra struktur politik, yang dimaksud
dengan supra struktur politik disini adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan apa yang disebut alat- alat perlengkapan negara termasuk
segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam supra
struktur politik ini adalah ; mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenangnya,
tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu
sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu : komponen Partai
Politik; Komponen golongan kepentingan, Komponen alat komunikasi politik,
Komponen golongan penekan, Komponen tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara
Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai
pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh (dominan) berpendapat, UUD 1945
dan Pancasila harus dilestarikan, upaya pelestarian ditempuh dengan cara
antara lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya tersebut
diatur sebagai berikut :
1. MPR menyatakan secara
resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No.
I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan
terhadap serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen “.
2.
Diperkenalkannya “referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak
MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah
referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum
secara formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata,
lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945
hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran” TAP MPR No. IV/MPR/1983 huruf e
yang berbunyi “Bahwa dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan demokrasi
Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah
anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak
mudah digunakan untuk merubah UUD 1945 “.
Kata
“melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak
mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD
1945 seperti yang terdapat didalam penjelasan adalah sebagai berikut :
“Memang sifat aturan itu
mengikat oleh karena itu makin “supel ” (elastic) sifatnya aturan itu
makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem UUD jangan sampai ketinggalan
jaman “.
Dari uraian diatas dapat diketahui
adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang pertama berkeinginan
mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan sampai
ketinggalan jaman, yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti perkembangan
jaman dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atau kepastian
hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk
ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945
adalah
konvensi. Konvensi merupakan condition
sine quanon (keadaan sesungguhnya) untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk
melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman sedangkan larangan mengubah UUD 1945
dapat dilihat sebagai aspek statis (mandeg) dari upaya mempertahankan
atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan diatas
kehadiran konvensi dalam sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh :
1.
Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap negara.
2.
Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan
salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Didalam
memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia pada UUD 1945 sebelum
amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri. Dan setelah UUD 1945
dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua
pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat
pada tanggal 10 Agustus 2002 dari perubahan atau amandemen UUD 1945 tampak
terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya didalam
struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam
hal ini diatur kedalam UUD 1945 yang diamandemen
pasal 7B ayat 1 – 5 yang intinya adalah menyangkut jabatan Presiden dan Wakil
Presiden, dan apablia melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, dll harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah
Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan seadil-adilnya terhadap
pendapat DPR kepada penyalahgunaan Presiden/Wakil Presiden. Dalam hal ini DPR
mengajukannya masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya diserahkan kepada
MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara
dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa
Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagai mana
pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan
Undang-Undang sebagai warga negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa
“Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang- Undang”.
Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit, ada
yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan kedalam ide tetapi ada juga
yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia
dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk kedalam
pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi
adalah kewajiban setiap pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau
masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin
hak asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang
melekat pada diri manusia itu sejak lahir terlihat dari uraian diatas mengenai
hubungan antar negara dan warga negara masing-masing memiliki hak dan
kewajiban.
C.
MEMAHAMI DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Setelah ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus
1945, dalam pelaksanaannya, Undang-Undang Dasar 1945 mengalami masa berlaku
dalam dua kurun waktu yaitu :
1.
Kurun pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember
1949.
2.
Kurun waktu kedua sejak tanggal 5 Juli 1959 (Dekrit Presiden) sampai sekarang
dan ini terbagi lagi menjadi ketiga masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan masa
Reformasi.
Sedangkan antara akhir tahun 1949
sampai dengan tahun 1959 berlaku Konstitusi RIS dan UUDS 1945. Dalam kurun
waktu pertama tersebut sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 belum dapat
berjalan sebagaimana mestinya, karena pada masa tersebut seluruh potensi bangsa
dan negara sedang tercurahkan kepada upaya untuk membela dan mempertahankan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dimana kondisi pemerintah sedang diwarnai
gejolak politik dan keamanan. Gejolak tersebut diantaranya terjadi
pemberontakan dimana- mana, dan terjadi agresi Belanda kedua.
Pada pelaksanaan UUD 1945 kurun
waktu diatas mengenai kelembagaan negara seperti yang ditentukan dalam UUD 1945
belum dapat dibentuk sebagaimana mestinya, sehingga sistem pemerintahanya belum
dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam kurun waktu ini sempat diangkat anggota
Dewan Pertimbangan Agung Sementara sedangkan MPR dan DPR belum dapat dibentuk
sesuai dengan ketentuan pasal IV aturan peralihan, sebelum MPR, DPR, dan DPA
dibentuk segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite
Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden menjadi mempunyai kekuasaan
yang sangat besar. Penyimpangan konstitusional yang sangat prisipil yang
terjadi dalam kurun waktu ini adalah perubahan Sistem Kabinet Presidensial
menjadi Kabinet Parlementer. Atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat (BPKNIP) tanggal 11 November 1945 kemudian disetujui Presiden diumumkan
maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 isinya mengenai sistem Kabinet
Presidensial menjadi Kabinet Parlementer. Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan
dipegang oleh Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet. Perdana Menteri dan
para menteri baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri bertanggung jawab
kepada BPKNIP yang berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian
maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 jelas merupakan penyimpangan dari
ketentuan UUD 1945. Penyimpangan ini sangat mempengaruhi stabilitas politik
maupun pemerintahan, dalam kondisi seperti ini kemudian berdiri Negara RIS,
dimana Negara Indonesia merupakan bagian dari Negara RIS tersebut, secara de
facto Negara RI memiliki kekuasaan hanya sebagian pulau Jawa dan Sumatera,
pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Negara federal RIS tidak bertahan
lama mulai tanggal 17 Agustus 1950 susunan negara federal RIS berubah menjadi
susunan Negara Kesatuan RI . Tetapi menggunakan Undang-Undang Dasar
yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950, menurut UUDS sistem
pemerintahan yang dianut adalah parlementer bukan sistem pemerintahan
Presidensial, pertanggungjawaban para menteri itu juga kepada parlemen yaitu
DPR. Kedudukan Presiden tidak dapat diganggu gugat. Landasan pemikiran sistem
pemerintahan itu didasarkan kepada Demokrasi Liberal yang dianut oleh
negara-negara barat sedangkan sistem Presidensial berpijak pada landasan
Demokrasi Pancasila yang berintikan kerakyatan dan Presiden bertanggung jawab
kepada MPR.
UUD 1945 merupakan hukum dasar
terpilih yang bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga
masyarakat dan setiap warga negra Indonesia, sehingga semua produk hukum
seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, serta kebijaksanaan Pemerintah
harus selalu berdasarkan dan bersumber kepada norma, aturan dan ketentuan yang
diberlakukan oleh UUD 1945 disamping hukum dasar yang tertulis terdapat juga
hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara yang disebut Konvensi, dimana
dalam pelaksannanya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959, yang disebabkan oleh tidak terjaminnya stabilitas politik,
keamanan maupun ekonomi, Konstituante (hasil Pemilu 1955) yang mempunyai tugas
untuk membuat UUD pengganti UUDS 1950 gagal menyusun dan menetapkan
Undang-Undang Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengandung beberapa diktum yang sangat penting,
yaitu :
a.
Menetapkan pembubaran konstituante.
b.
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi.
c.
Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
ditambah utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan serta DPA sementara akan
diselenggarakan sidang sesingkat – singkatnya.
Masa antara
tahun 1959 sampai 1965 (Orde Lama) lembaga- lembaga negara belum dibentuk
seperti ; MPR, DPR, DPA, dan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana yang
ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga-lembaga tersebut diatas sifatnya masih
sementara dan fungsinya lembaga-lembaga tersebut juga masih belum sesuai dengan
UUD 1945 misalnya:
1.
Presiden telah mengeluarkan produk-produk legislatif yang mestinya berbentuk
Undang-Undang (dengan persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan Presiden tanpa
persetujuan DPR.
2.
MPRS melalui ketetapan MPR No. II/MPR/1963 mengangkat Presiden Soekarno seumur
hidup disini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan Presiden
5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali.
3. Hak
budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk
mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan pada tahun 1960, karena DPR tidak
menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah maka, Presiden lalu membubarkan
DPR.
4.
Kekuasaan peradilan menjadi tidak bebas campur tangan pemerintah hal ini
terlihat dalam Undang-Undang No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun
atau campur tangan dalam soal-soal peradilan.
Beberapa akibat kasus penyimpangan
UUD 1945 tersebut membawa buruknya keadaan politik dan keamanan serta
kemerosotan dibidang ekonomi. Keadaan demikian mencapai puncaknya pada
pemberontakan G 30 S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru tahun 1966
sampai 1998 yang mempunyai tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa pemberontakan G 30 S yang
didalangi oleh PKI maka rakyat menghendaki dan menuntut PKI dibubarkan. Namun
pada waktu itu pimpinan negara tidak mau memenuhi tuntutan rakyat sehingga
timbul “situasi konflik “antara rakyat satu pihak dan Presiden dilain pihak.
Keadaan dibidang politik, ekonomi, dan keamanan semakin tidak terkendali, oleh
karena itu rakyat dengan dipelopori oleh pemuda/mahasiswa menyampaikan
tuntutannya yaitu Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA) yaitu :
1.
Bubarkan PKI.
2.
Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI.
3.
Turunkan harga-harga / perbaikan ekonomi.
Gerakan TRITURA
semakin meningkat sehingga Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret
1966 kepada Letnan Jenderal TNI Soeharto, dengan lahirnya SUPERSEMAR oleh
rakyat dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
Dengan
berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret 1966, pengemban SUPERSEMAR pada
tanggal 12 Maret 1966 membubarkan PKI dan ormas-ormasnya jadi dengan demikian
tanggal 19 Maret 1966 dinyatakan sebagai titik awal Orde baru. Dalam masa ini
telah dapat berhasil melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dalam hal
pembentukan lembaga-lembaga Negara dan lain-lain, namun perkembangan lebih
lanjut Orde Baru didalam melaksanakan kekuasaan negara/pemerintah, sejalan
dengan proses yang dihadapi ternyata terjadi penyimpangan-penyimpangan yang
terlihat kepada pelaksanaan kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari
pemerintah otoriter ini muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal
yang diakhiri oleh lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998, kemudian
beralih kepada Pemerintah beraliran Reformasi.
UUD 1945 pada
masa era globalisasi yang ditandai oleh reformasi berawal dari ketetapan MPR RI
No. IV/MPR/1999 tentang GBHN kemudian disusul oleh Tap-Tap MPR yang lain. Dari
segi pengembangan hukum terlihat pada Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber
hukum dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak adanya
perubahan / amandemen UUD 1945 yang pertama tersirat materi muatan konstitusi
hanya diatur dalam UUD 1945 kemudian amandemen tersebut sampai perubahan
keempat, secara lengkap proses amandemen pasal-pasal dimaksud dapat
diperhatikan pada lampiran. Didalam era reformasi ini Pancasila tetap
dipertahankan sebagai Dasar Negara dan Pancasila sebagai idiologi nasional yang
merupakan cita-cita dari tujuan negara. Didalam pengembangan lebih lanjut bahwa
Pancasila sebagai paradigma yaitu merupakan pola pikir atau kerangka berpikir,
disini menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945 memiliki peranan penting yang
menjadi satu kesatuan bersama UUD 1945. Menyangkut perubahan/amandemen UUD 1945
dimaksud diantaranya adalah untuk menghadapi perkembangan dunia yang begitu
cepat.
Authentic artichel by : Rofi M.A berdasarkan berbagai sumber.
Authentic artichel by : Rofi M.A berdasarkan berbagai sumber.
0 komentar:
Posting Komentar